Berita

DUA JENIS TUMBUHAN TAHAN GENANGAN POTENSIAL UNTUK RESTORASI GAMBUT

Bogor. Selasa, 12 April 2022. Pemerintah terus menggalakkan program restorasi gambut, sebagai upaya pemulihan akibat kebakaran hutan dan lahan gambut. Kegiatan ini meliputi rewetting (pembasahan gambut yang terdegradasi), revegetasi (penanaman kembali) dan revitalisasi ekonomi masyarakat.

Mendukung upaya tersebut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, yang sekarang menjadi Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Pustarhut), telah menjalin kerja sama penelitian dengan World Agroforestry (ICRAF) dalam proyek Developing Biodiverse Agroforest on Rewetted Peatlands (BAR-Peat), selama tahun 2018-2021.

Hutan dan lahan gambut yang rusak akibat kebakaran, pada umumnya memiliki kondisi yang terbuka. Kegiatan rewetting dilakukan melalui pembangunan sekat kanal dan pembasahan kembali untuk meningkatkan muka air tanah. Pada musim penghujan, pada lahan gambut yang direstorasi bahkan terjadi banjir. Oleh karena itu, salah satu tantangan pada kegiatan rehabilitasi lahan gambut terdegradasi adalah pemilihan jenis yang sesuai untuk kedua kondisi terbuka (tanpa naungan) dan banjir,” demikian disampaikan oleh Dr. Hesti Lestari Tata, koordinator proyek penelitian dari Pustarhut, yang saat ini menjadi peneliti di BRIN.

Hesti menjelaskan, bibit rambutan dan durian yang ditanam pada berbagai kondisi tingkat genangan dan tingkat naungan, menunjukkan toleransi yang rendah terhadap genangan. “Kedua tanaman buah tersebut paling baik tumbuh pada kondisi gambut tidak tergenang dan pada tingkat naungan 30%. Sementara balangeran dan gerunggang memiliki persentasi tumbuh 100% pada kondisi tanpa naungan dan genangan, hingga sepertiga tinggi bibit hingga umur 13 minggu,” tuturnya.

Jenis balangeran memiliki kemampuan dengan kisaran hidup yang lebih luas daripada gerunggang, yaitu mampu tumbuh pada tingkat naungan tinggi (70%) hingga kondisi terbuka, dan tingkat genangan tinggi yaitu sepertiga tinggi bibit. Menurut Hesti, tanaman balangeran dan durian memiliki toleransi tinggi terhadap genangan karena kemampuannya membentuk akar adventif, yang membantu proses respirasi akar pada kondisi banjir. “Akar adventif balangeran bersifat persisten, sebaliknya akar adventif gerunggang tidak persisten dan memiliki umur tertentu,” tambahnya.

Hadirnya kajian tersebut disambut baik oleh Plt. Kepala Pustarhut, Wening Sri Wulandari. “Informasi scientific kegiatan kerja sama ini merupakan modalitas untuk menyusun standar instrument, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perumusan standar restorasi gambut mendukung pencapaian Indonesia FoLU Net-Sink 2030,” pesan Wening.

Tim pelaksana di persemaian.

Kegiatan ini merupakan kegiatan kolaboratif  yang  didukung oleh Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, ICRAF, Michigan Technological University, USDA Forestry Service, Amerika Serikat, dengan tim  yaitu Hani Nuroniah, Diandra A. Ahsania, Haning Anggunira, Siti N. Hidayati, Meydina Pratama, Istomo (IPB), Rodney A. Chimner, Meine van Noordwijk, Randall Kolka. Publikasi lengkap kegiatan dapat dilihat pada Jurnal PLOS ONE “Flooding tolerance of four tropical peatland tree speces in a nursery trial”, yang terbit pada tanggal 6 April 2022, pada link berikut https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0262375. (***)

Penanggung Jawab Berita:
Plt. Kepala Pustarhut : Dr. Wening Sri Wulandari

Kontributor:
Pranata Humas Ahli Muda : Mamay Maisaroh, S.Hut., M.Si.